Kangean Tetaplah Tersenyum dan Terus Ikhtiar


Oleh: DR. Agus Purwanto
Dosen Fisika ITS Surabaya

Kucoba menuturkan kepadamu tentang pulau Kangean, tepatnya kepulauan Kangean.
Di sekitar pulau Kangean ada 60 pulau kecil dan hanya lima pulau yg belum atau tidak dihuni manusia.
Kalau ini terletak di timur Madura di utara Bali.

Pengalaman pertama berlama di kapal.
Empat jam dengan kapal cepat,
10-12 jam dengan kapal biasa.

10-12 jam KA Surabaya-Bandung
atau Surabaya-Jakarta belumlah apa,
Ruang kereta cukup luas untuk berjalan kesana-kemari.
Para petugas sejak masinis, kondektur, polka, pramuniaga maupun cleaning service berpakaian rapi dan tampak enak dipandang.
Sedangkan di kapal,
mirip suasana kereta api jelang hari raya idul fitri saat aku mhs 30 tahun lalu.
Berjubel shg tdk ada ruang untuk bergerak leluasa.
Kita harus melangkahi banyak (kepala) orang saat terpaksa harus ke toilet.
Atau bahkan menyimpan bau eek anak yg terpaksa BAB ditempat krn tdk nutut dan tdk mungkin pergi ke toilet.
Kadang kebagian cipratan muntah lengkap dengan aromanya.

Pantai Kangean sangat indah. Baik untuk observasi kemunculan bulan purnama maupun bulan sabit.
Terdapat banyak mata air besar.
Keduanya tampak belum dikelola dengan baik.

Panjang pulau, jika mengacu jalan dari ujung barat sampai ujung timur pulau, adalah 48km.
Sekitar 80℅ jalan dalam kondisi rusak, shg ombak dan gelombang tidak hanya dialami seseorang ketika menuju pulau Kangean tetapi juga saat mrngendarai motor atau mobil di jalan Kangean.
Gronjal naik-turun, up and down.

Listrik juga tidak utuh, menyala 12 jam sejak 17.00 s.d 05.00.
Itu jika normal.
Saat hari pertama kami di Kangean, listrik baru nyala jam 21an.

Ada peristiwa unik ketika 3 hari di Arjasa Kangean.
Kami dengar enam kali berita kematian yg diumumkan via speaker masjid.
Bahkan Senin mlm saat saya beri pengajian di masjid Islamiyah, takmir masjid berbisik minta ijin balik lebih dahulu krn mendapat info tetangga meninggal.

Bicara tentang kematian jadi ingat cerita warga. Karena sulitnya transportasi dari dan ke Kangean maka setiap bulan ada orang mati di kapal. Mereka adalah orang sakit yg mendapat rujukan unt pengobatan di luar Kangean.
Orang sakit (parah) naik kapal yang suasana heroik bin hiruk pikuk dan berjamm. Sangat masuk akal jika pasien ini kmd mencapai puncak keadaannya di perjalanan mengarungi lautan.

Penumpang mati tidak bisa mengubah haluan arah kapal. Perjalanan harus dilanjutkan dan jenasah mendarat di Kalianget.

Kapal tidak tidak mau (dan tidak boleh) mengangkut orang mati.
Maka jenazah sewa "perahu" dengan biaya sewa empat juta. Kapal saja 10-12 jam, ...perahu berapa jam ...
Bak pepatah sudah jatuh tertimpa tangga pula.

Dunia da'i dan dakwah pun terimbas. Da'i luar yang punya kegiatan sehari atau semalam di Kangean harus tinggal tiga hari juga karena jadwal kapal yg tidak mengandung setiap hari.

Ombak dan gelombang tidak hanya di laut tetapi juga di daratan Kangean.
Jalan rusak berlobang dan cukup parah.
Keadaan yg harus diterima dengan pasrah.

Sebenarnya, ada harapan keadaan Kangean berubah menjadi lbh baik, yaitu Kangean menjadi kabupaten sendiri.
Harapan ini membuncah ketika ada hasrat agar Madura mjd propinsi, yg mensyaratkan jumlah minimum kabupaten dlm calon propinsi baru.
Tetapi mslh pelik muncul, jika Kangean memisahkan diri dari Sumenep maka kabupaten ini bakal kehilangan sumber utama pendapatan yg berasal dari Kangean.

Jadi bagaimana dong?
Perlu waktu untuk menyiapkan ruang batin pihakk terkait agar tidak runtuh dan menyisakan puingg kepiluan.

Poin yang penting adalah Indonesia itu luas.
Banyaklah bersyukur dan tidak mudah mengeluh atas apa yang telah sampeyan miliki meski terasa masih kurang.
Ingatlah, di Kangean listrik tidak setiap menyala bahkan tidak menyala bbrp hari.
Jalanan berlobang berdebu ketika kemarau, becek banjir ketika penghujan.
Tidak leluasa keluar pulau setakleluasa masuk pulau.
Bersyukurlah
Berjuanglah untuk Indonesia dan kemanusiaan.

Salam,
Gus Pur
di kapal Express Bahari, Kangean-Kalianget
Selasa 31/10/2017

Posting Komentar

0 Komentar