Kuota, 1 Juta Rumah Tahfidz Berbasis Kompetensi oleh Ustadz Rendy Saputra


Alhamdulillah banyak yang menyambut tentang konsep pendidikan gratis dan berkualitas. Tulisan sebelum ini tentang "Asa Generasi" disambut meriah oleh kawan-kawan netizen.

Bahwa harus ada pendidikan yang gratis dan berkualitas, adalah sesuatu yang sangat mungkin. Sehingga adik-adik kita dari keluarga kurang mampu tetap bisa sekolah.

Sebuah komen masuk ke japrian,

"Bro, dirimu nulis tentang pondok gratis berkualitas, memang cukup untuk semua generasi? Gak banyak itu bro. Gak akan kuat bro, kalo gak pake instrumen negara, ente mesti masuk kelola negara kalo mau nyelamatin generasi".

Hmmm, tentang ngelola negara, ntar dulu. Ditulis nanti. Biar ada bahan tulisan. Hehehe...

Saya lebih tertarik jawab tentang kuota. Apakah pondok pesantren non pemerintah kuat untuk menampung generasi?

*****

Setiap tahun Indonesia kedatangan 5 juta bayi baru. Setiap tahun lahir 5 juta bayi ke negeri ini. Satu tahun, satu Singapura. Itulah Indonesia.

Untuk fasilitas SD insyaAllah negara sudah cukup support. SD jumlah banyak. Dan usia SD memang sebaiknya anak-anak kita bersama orang tuanya. Dengan catatan orang tuanya mampu mendidik.

Nah, yang kritis itu di usia SMP dan SMA. Selain gedungnya mulai terbatas, ada masalah pada kurikulum juga. Beban belajar terlalu berat, sedangkan materi tentang karakter gak tersemai, padahak usia anak-anak ini menginjak transisi menuju Dewasa.

Maka setidaknya kita perlu menyiapkan 5 juta x 6 angkatan. Kelas 7 sd 12. Itu sekitar 30 juta slot santri.

Anggaplah dari 30 juta, 20% populasi menengah atas yang bisa akses sekolah mahal. Crop deh 6 juta orang. kita fokus ke 24 juta slot santri ini.

*****

Menyemai gagasan tentang pondok gratis dan berkualitas, sebagian fikiran netizen sudah rumit. Nyiapin lahan hektaran, bangun bangunan wakaf, dan segala macam atributnya.

Sebenarnya mudah, kali ini Saya mau cerita tentang Pondok sahabat Saya Rohmad Dwi Agung Nugroho, PEQ : Pondok Entrepreneur Qurani. Di Bandung. Cek aja ya nanti di linimasa beliau.

Pondok ini inisiasinya adalah konsep rumah tinggal. Lahan fund raise wakaf. Bangunan juga wakaf. Gak berat-berat amat karena rumah tinggal. Cukup untuk 50 santri.

Konsepnya ngafal Quran dan diajarin bisnis. Mas Rohmad ini punya banyak jejaring dagang digital, dan lulusan Teknik Sipil ITB, jadi punya perusahaan kontraktor juga. Disinilah pemberdayaan.

Makan gratis. Tinggal gratis. Dididik serius. Diperhatikan lahir bathin. Top gak? PEQ konkret. Menyelamatkan generasi. Usia remaja.

Jadi santri kurikulumnya ngafal Quran, dan belajar entrepreneurship.

Yang nantinya punya tekad lanjutin pendidikan formal, setelah khatam ngafalin 30 juz, bisa ke timur tengah. Mas Rohmad urusin.

Yang mau bisnis akan dituntun dan difasilitasi.

Yang mau ngabdi ke pondok lagi juga akan dicarikan ruang amaliyah.

Masalah pendanaan alhamdulillah sudah punya donatur loyal. Donatur mah mudah, selama pengelolaan bener, donatur percaya. Aman.

Alhamdulillah, jalan.

Nah, kawan-kawan juga bisa membangun hal yang sama. Pake rumah aja. Mulai terima santri, 10 orang dulu, sambil dikasih kompetensi yang dibutuhkan. Fokus vokasi aja. Keterampilan.

Kita selamatin adik-adik kita yang baru lulus SD. Langsung tarik nginep di pondok. Memang untuk remaja ini konsep pendidikannya harus madrasah. Dari zaman hebat-hebatnya Kerajaan Dinasti Islam ya begitu konsep untuk didik remaja : madrasah.

Kalo memang butuh kesetaraan ijazah SMP dan SMA, bisa kejar Paket B dan C. Gontor kan begini. Bangun kurikulum sendiri. Ujian persamaan ijazah mah sekunder. Setahu saya begitu. Dan bener bentukannya. Bagus outputnya.

Coba kita sekarang kalkulasi.

Kita butuh 24 juta slot santri.

1 rumah tinggal, yang asalnya wakaf, atau sekedar minjamin hak pakai, bisa nampung 24 orang misalnya.

Itu hanya butuh 1 juta rumah yang diwakafkan untuk jadi pondok mini.

Coba aja cek rumah-rumah kosong, yang gak kepake, banyak banget. Kalo gak mau diwakafin, ya sewa panjang aja 10 tahun, murah juga kok, supaya uang ummat bisa jadi energi untuk operasional madrasah. Diwakafkan pun bagus.

Indonesia ini ada 80.000 kelurahan dan desa. Berarti 1 kelurahan cukup 15 rumah diwakafkan jadi tempat pendidikan. Selesai.

Jumlah masjid juga udah 1 juta titik kok.

Masjid kan gak bisa jadi asrama, kecuali nambah bangunan. Ya udah, 1 masjid PR nyari 1 rumah untuk jadi pondok informal. Selesai.

1 juta rumah tahfidz berbasis kompetensi.

Ngafal Quran
Dibangun karakter leadershipnya
Diajari kompetensi bekalan khusus.

Pondok Tahfidz khusus Coding
Pondok Tahfidz khusus desain grafis.
Pondok Tahfidz Khusus tata boga kuliner
Pondok Tahfidz khusus agro
Pondok Tahfidz khusus IMERS.

Sudah ada kok yang melakukan. Cek Pondok Sintesa nya Kiyai Ibrahim Vatih, lalu Pondok IT nya kang Rulli Pondokit, kesini arahnya.

Menurut saya ini efektif. Generasi kita gak usah belajar yang gak penting. Maaf ya. Kadang kurikulum dipaksakan atas dasar serapan anggaran aja. Saya rasa Mas Nadiem dilema nya itu sekarang, mau ngurangin beban kurikulum, tetapi banyak yang numpang makan disitu. Sabar om.

Tentang negara ini kita sadar-sadar lah. Paska PLN tagihannya Ajib, nampaknya Pertalite mau ditiadakan. Anda wajib beli Pertamax. Hehehe.

Kalo yang kebutuhan dasar begitu saja negara berat kelola, apalagi kita bicara perbaikan pendidikan. Lama. Keburu error generasi kita.

Mending sekarang "adakan" 1 juta Rumah Tahfidzul Quran berbasis kompetensi. 6 tahun program. 1 tahun target hafal ayat, terjemah, tafsir, dan shirohnya. 6 tahun mutqin. Hafal kuat. + punya kemampuan untuk berdikari.

Saya nulis "adakan", bukan "membangun". Karena rumah kosong yang gak dihuni, nyampe itu jumlahnya 1 juta. Cek aja. Tinggal kita bergerak bareng-bareng.

Nah, kalo 1 sosok Kiyai Muda bisa adakan 100 Rumah Tahfidz Jaringan dengan brand sendiri. Berarti kita butuh 10.000 Kiyai Muda.

10.000 Kiyai Muda

Adakan 100 Rumah Tahfidz Quran + Vokasi
1 juta pusat pendidikan generasi
24 juta santri terlayani
6 angkatan sekolah

outputnya : usia 17-18 tahun sudah hafal Quran dan bisa mandiri.

Akan tiba saatnya SMP Negeri dan SMA Negeri kosong. Guru-gurunya pindah ngajar jadi Ustadz-ustadz di pondok-pondok ini, digaji 3 kali lipat dari hasil wakaf produktif. Lebih sejahtera.

Gedung-gedung yang kosong biar berubah fungsi jadi shelter untuk dhuafa yang belum bsia punya tempat tinggal. Beres.

InsyaAllah bisa. Gak ada yang berat.

Gimana? Mau gak jadi salah satu dari 10.000 Kiyai muda tersebut?

URS - Narator Amal Sholih
[ https://www.facebook.com/rendykeke/posts/2743688995915334 ]

Posting Komentar

0 Komentar