'GSM Interceptor Made In Israel' Andalan Densus 88 dan Satgas Anti Teror

gsm_interceptor_325x224Pada tahun 2003, seorang ilmuan Israel menyatakan dia bersama teamnya telah menemukan cara untuk menyadap percakapan di ponsel GSM. Bukan hanya dapat mendengarkan percakapan yang sedang berlangsung, bahkan dapat mengetahui identitas penelpon yang disadap.

Lebih jauh lagi, mereka dapat mendengarkan sebuah pembicaraan saat ponsel masih dalam kondisi berdering, dan dalam beberapa detik dapat mengetahui segalanya tentang pemakai.

Dengan menggunakan peralatan khusus, mereka dapat mencuri pembicaraan dan mendapatkan data diri penelpon pada saat pembicaraan masih berlangsung.

Kabarnya hal ini dimungkinkan karena pembuat kode GSM membuat kesalahan dengan lebih mengutamakan kualitas suara dan peka terhadap interfensi.

Namun dari tanggapan yang beredar saat itu, kelemahan pada ponsel GSM tersebut baru bisa di eksploitasi dengan teknologi yang kompleks dan mahal serta membutuhkan waktu yang lama.

Di Indonesia sendiri, meributkan soal alat sadap telpon seluler terjadi pada tahun 2005 yang lalu. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diduga melakukan pembelian alat sadap tersebut dengan harga terlalu mahal yaitu RP.34 Milyar. Karena langka dan mahalnya dikabarkan penjual alat tersebut mensyaratkan rekomendasi pemerintah dimana alat ini akan dibeli.

Alat yang dinyatakan bisa menyadap beberapa nomor sekaligus, baik GSM, AMPS, dan CDMA tersebut ditengarai sudah dimiliki oleh Polri, TNI dan KPK.

Buatan Israel
Salah satu alat sadap telekomunikasi GSM mudah ditemukan adalah buatan Israel.
Alat yang disebut dengan GSM Interceptor ini mampu menyadap komunikasi di jaringan GSM 900, 1800 dan 1900, baik suara maupun SMS.

Sistem di GSM Interceptor bekerja dengan menjaring nomor khusus target atau secara acak. Dan percakapan suara maupun data dapat di monitor dan dapat direkam secara simultan.

Alat tersebut dikemas dalam sebuah PC dengan rak portabel juga termasuk keyboard dan monitor LCD. Selain suara, perangkat buatan Israel itu mampu mengidentifikasi IMEI, IMSI, TMSI dan MSISDN. Kemampuan jelajah penyadapan bisa mencapai 25 KM.

Tapi jangan harap Anda bisa mendapatkan alat ini dengan mudah. Hanya Negara saja yang boleh memilikinya. Harganya pun tidak murah. Satu Unit GSM Interceptor dihargai 420 ribu dollar AS atau sekitar Rp.4 Milyar.

Alat Densus 88
Beberapa waktu yang lalu Densus 88 Antiteror Polri melakukan penggerebekan di daerah Wonosobo, Jawa Tengah yang menewaskan Jabir yang konon adalah murid terakhir Sang Empu perakitan bom yaitu Alm. Dr. Azahari. Seorang informan yang berdinas di Densus 88 bercerita tentang kronologi terjadinya penggerebekan di Wonosobo. Densus 88 berhasil melacak Jabir dari nomor Ponselnya dengan menggunakan GSM Interceptor buatan Israel yang berharga 4 milyar rupiah tiap unitnya. Alat tersebut adalah sebuah kotak kecil yang bisa dibuka mirip Laptop. Ukurannya sedikit lebih besar dari Laptop standar, warnanya abu-abu kehitaman. Melihat alat itu, otak saya mencoba mengingat-ingat karena saya pernah melihat alat ini sebelumnya.

Saya ingat peralatan milik Hulubalang Mossad yang sudah dimodifikasi. Ada semacam antena yang menyembul dan bisa ditarik dari dalamnya. Untuk hal ini saya tidak begitu kaget karena pada beberapa jenis Laptop juga terpasang CDMA Modem yang antenanya bisa ditarik cuma tidak sebesar itu. Perbedaan yang mencolok adalah adanya dua kotak lain berwarna hitam dengan instrumentasi yang tidak begitu jelas yang terhubung dengan alat itu. Instrumen ini juga memiliki layar tersendiri tapi saya tidak bisa membaca apa itu karena ketika saya melihatnya alat tersebut dalam kondisi mati.

Ternyata alat mirip laptop itu bukan sembarang Laptop, Mossad menyebutnya the smart eagle yang mana “Berita berbasis GSM milik Mossad”. “Pencerahan” dari kalangan Densus 88 tentang fungsi sesungguhnya alat itu membuka korelasi keyakinan Mossad menguasai komunikasi GSM di Indonesia.

Saya terngiang dengan kalimat “Asal masih GSM !” Hal inilah yang kemudian mendorong saya mengambil inisiatif lebih lanjut untuk menganalisis menggunakan pendekatan Potential Risk Assessment (PRA) dalam perspektif pertahanan. Bagaimana mungkin mereka mampu mengakses semua teknologi komunikasi yang berbasis GSM di
Indonesia ? Kalaupun mereka memiliki peralatan yang canggih tetap saja tidak semudah itu mengakses ke perusahaan-perusahaan yang memiliki portofolio internasional.

Dalam teknologi telekomunikasi nirkabel, setiap modulasi yang terkirim dalam pelayanan kepada para pelanggannya pasti dalam keadaan encrypted dengan kode binary yang memang diciptakan khas, tidak mengikuti aturan umum sehingga tidak mudah dipecahkan. Kebetulan saya sedikit banyak belajar tentang ini, jadi saya tahu teknik enskripsi. Jangankan untuk intercepting apalagi penyadapan, untuk mengakses server induknya saja pasti sudah sangat kesulitan. Kecuali ada yang “bermain” di balik itu semua, dengan memberikan key code binary untuk decryption sehingga memudahkan langkah decoding setiap modulasi. Saya mencoba melakukan deep study tentang dunia telekomunikasi di Rekiblik Ndonez ini khususnya operator seluler yang menggunakan teknologi berbasis GSM. Hasilnya cukup memuaskan saya, hipotesa saya terbukti.

Di Indonesia ini ada 3 operator seluler besar yang menggunakan teknologi berbasis GSM yaitu PT. Telekomunikasi Indonesia Seluler Tbk. (Telkomsel), PT. Indonesian Satellite Corporation Tbk. (Indosat), dan PT. Excelcomindo Pratama Tbk. (Pro XL). Kalau dilihat sekilas memang tidak ada yang salah dengan ketiga perusahaan itu. Tetapi ketika diselidiki lebih jauh Corporate Insight nya, maka akan ditemukan potensi terbukanya masalah national security ini. Berikut ini adalah data Biro Transaksi dan Lembaga Efek dari Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (BAPEPAM) per Oktober 2006 tentang komposisi pemegang saham dari 3 perusahaan telekomunikasi ini :

1. PT. Telekomunikasi Indonesia Seluler Tbk. (Telkomsel)
Singapore Telecom + publik asing : 37,86 %
Pemerintah Ndonez + publik Ndonez : 62,14 %
2. PT. Indonesian Satellite Corporation Tbk. (Indosat)
Singapore Technologies Telemedia Pte. Ltd. + publik asing : 86,62 %
Pemerintah Ndonez + publin ndonez 13,38%
3. PT. Excelcomindo Pratama Tbk. (Pro XL)
Telkom Malaysia Berhand + publik asing 85,07%
Telekomindo Primabhakti + public Ndonez 14,93%.

[ sumber : havermut.blogspot.com/2011/10/andalan-densus-88-dan-satgas-anti ]

Posting Komentar

0 Komentar